Perumahan kami hanyalah perumahan kecil dengan jumlah kepala keluarga tidak lebih dari 200 KK. Terdiri dari 1 RW dan 4 RT. Jadi kejuaraan ini langsung memasuki babak semifinal. Adapun kategori yang dipertandingkan adalah sepakbola dewasa dan remaja. Berbeda dengan sepakbola Tarkam (Antar Kampung) yang membolehkan pemain dari luar (istilahnya ngebon), dikejuaraan ini panitia menetapkan peraturan yang ketat yaitu setiap tim tidak boleh menggunakan pemain luar, harus pemain asli warga setempat, kalau perlu dengan memperlihatkan KTP.
Panitia pelaksana berusaha menyelenggarakan pertandingan ini sesuai dengan standar yang berlaku, namun karena keterbatasan lapangan, maka jumlah peserta bukan 11 orang, tapi dikurangi menjadi hanya 6 orang saja. Maka jadilah kejuaraan sepakbola mini tapi bukan futsal karena lapangannya berada di luar ruangan dan menggunakan peraturan seperti sepakbola konvensional.
Pertandingan dibuka oleh peserta remaja. Batasannya minimal SMP dan maksimal SMA. Lucunya seragam yang digunakan tidak sama, ada yang berkostum Manchester United, Arsenal, Barcelona dan tim-tim kesayangan mereka lainnya. Namun sayangnya tidak ada satupun yang menggunakan kostum klub lokal atau tim nasional Indonesia. Sepertinya mereka lebih bangga menggunakan kostum Wayne Rooney atau Ronaldo dibanding Ponaryo atau Bambang Pamungkas. Mengapa bisa terjadi demikian? apakah nasionalisme mereka sudah luntur? dimana kebanggaan “Garuda Didadaku”? Sepertinya bukan itu, mereka lebih memilih karena trend saja dan kecintaan akan tim nasional masih ada walaupun prestasi tim nasional makin terpuruk saja.
Tim Sepakbola Remaja
Pertandingan demi pertandingan berjalan seru. Gol-gol dilesakkan dengan selebrasi berbagai gaya. Ada yang menyedot jempol seperti Totti dari AS Roma atau membuka baju seperti pemain Italia dan wasit pun langsung mengganjar dengan kartu kuning, karena tidak boleh melakukan selebrasi dengan membuka baju. Ada juga yang menggocek bola ala Ronaldo atau mendemonstrasikan kepiawaian dribble dengan melewati beberapa pemain. Pertandingan berjalan menarik dan yang penting fairplay. Tidak ada yang berusaha mencederai lawan atau melawan keputusan wasit.
Dan akhirnya memasuki babak final. Pertandingan berlangsung alot. Dan harus diakhiri dengan adu penalti. Pertandingan dimenangkan oleh Tim Remaja RT 03 yang berhasil mengalahkan RT 02 dengan skor 5-3.
Tibalah pertandingan untuk kelompok dewasa. Dengan bentuk tubuh yang jauh dari ideal (gendut), berkacamata dan nafas yang terbatas, justru menjadi bagian paling menarik dipertandingan ini. Menjadi hiburan tersendiri bagi para penonton yang terdiri dari isteri dan anak-anaknya. Mereka tertawa lepas saat suami dan ayah mereka berlari, jatuh terpeleset atau saat mencetak gol.
Namun ternyata anak-anak lebih fairplay dibanding kelompok dewasa, segala cara dilakukan untuk merebut bola, mulai dari menarik kaos sampai menarik celana lawan tapi tidak sampai mencederai. Biasanya pemain profesional meminta tambahan waktu, disini malah minta dikurangi waktu karena kelelahan dan kehabisan nafas.
Dan akhirnya tim yang paling banyak cadanganlah yang memenangkan kejuaraan ini. Dengan kata lain, setiap temannya kecapean, selalu ada cadangan yang menggantikannya. Pergantian pemain tidak dibatasi, karena setiap warga boleh ikut bermain. Di final RT 02 berhasil mengalahkan RT 03 dengan skor 3-1 dan berhak menggondol seekor domba.
Tim Sepakbola Dewasa
Itulah kejuaraan sepakbola diperumahan kami. Sebenarnya bukan kejuaraan, lebih tepat disebut Sepakbolaria. Bukan juara atau piala yang kami cari, namun lebih kepada hiburan dan mendekatkan diri dengan tetangga sekitar agar saling kenal dan lebih akrab.
Dan malamnya pun kami sama-sama menikmati kambing guling…
Tulisan ini juga dimuat di
1 comments:
Post a Comment