Yang Anda baca kali ini adalah sebuah cerita berantai yang
saya buat, lanjutan dari cerita @mataharitimoer Pedang Asmara Berujung Duka (Bagian 1) dan akan dilanjutkan oleh @margeraye. Kami
masuk dalam grup 3 proyek penulisan cerita berantai bertitel 3 PENGUASA,
yg digelar Blogor, dengan pengelolaan oleh @WKF2010. Selamat membaca.
Suasana Kota Raja sore itu begitu mencekam. Dimana-mana
terdapat para prajurit kerajaan dengan wajah yang sangat tegang. Mereka
berpatroli keliling desa mencari para pemberontak yang disinyalir akan
menggulingkan kekuasaan Maharaja Cemanibuwana. Sutan Batu Giok duduk menghadap
sang raja dan berkata : “ Paduka Yang Mulia, negara dalam keadaaan genting.
Rakyat sudah mulai memberontak di berbagai dusun. Sebaiknya paduka meninggalkan
istana sekarang juga ke tempat yang lebih aman.”
“TIDAK!” jawab sang paduka tegas. “Aku tidak akan
meninggalkan kerajaan ini. Sejengkalpun. Walaupun nyawa taruhannya!”
“Baiklah jika itu titah sang paduka!” ucap sang patih sambil
mundur teratur meninggalkan istana. Sutan Batu Giok terlihat geram dengan
keputusan sang raja. Matanya liar menjilat jilat sekelilingnya. Tangannya
mengusap-usap batu giok kesayangannya sambil lirih berkata, “sabar, nanti ada
waktunya..”
***
Sudah hampir satu pekan Maharaja
Cemanibuwana tidak bisa tidur. Pikirannya tercurah akan masa depan kerajaannya.
Dia tahu bahwa Sutan Batu Giok mengincar posisinya saat ini. Dia juga sudah
tahu bahwa para hulubalang sudah mendukung keputusan Sutan Batu Giok karena
mereka dijanjikan tanah dan upeti yang lebih besar dari sekarang. Picik sekali
pikiran orang ini, renung sang Maharaja. Tersirat dalam pikirannya bahwa
kerajaan akan diserahkan kepada putri satu-satunya Maharani Wigati. Namun dia
masih meragukan kemampuannya menjalankan kerajaan ini.
Tiba-tiba terdengar keributan
dari kejauhan. Terdengar suara orang kesakitan dari dari arah pintu gerbang
kerajaan. Sekonyong-konyong pasukan berkuda datang menyerbu jantung istana :
Ruangan Maharaja! Sepuluh pengawal melingkari melindungi sang Maharaja dengan
tameng dan pedang menghunus. Namun tiba-tiba semua berbalik dan siap menyerang
sang Raja!
“Oh, ternyata kalian semua
kacungnya Batu Giok!” tiba-tiba sang Raja melemparkan sebuah benda bulat dan
semua ruangan dipenuhi asap pekat. Dan Sang Raja menghilang ditengah kekacauan
tersebut. Tiba-tiba Sang Raja berada di ruang bawah tanah. Bergegas menuju
sebuah ruangan dengan pintu menggantung setengah bagian. Membangunkan kuda
kesayangannya. “Kita harus pergi dari tempat ini!” sambil menepuk punggung kuda
hitam jagoannya. “Gunung Hambalang!” bisiknya dan Si Ringo pun berlari melesat
ditengah kegelapan malam, meninggalkan istana yang sedang gaduh. Sejenak sang
Raja melirik istananya. Matanya tertuju pada sebuah ruangan. Kamar putri
satu-satunya Maharani Wigati. “Aku akan kembali, nak..” ucapnya lirih. Tak
terasa air mata menetes di pipinya.
***
Pendekar Macan Tidur tiba-tiba
terbangun dari tidurnya. Seekor gagak tua menghampirinya sambil mematuk-matur
telinga sang pendekar. “Wah kita kedatangan tamu rupanya!” Sang pendekar segera
bergegas turun, menelusuri gua yang gelap dan bersiap memasang kuda-kuda tepat
didepan air terjun yang menutupinya. Ya gua itu terletak dibalik air terjun
yang cukup deras. Hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahuinya. Tiba-tiba
masuk kepala seekor kuda, sementara badannya dibiarkan tersiram air terjun.
“Hei Ringo!” teriak sang pendekar. Setelah mendapat sambutan hangat Ringo
memberanikan masuk ke dalam gua. Dan Sang Maharaja duduk diatasnya.
“Kakak pertama!” sang pendekar
terdengar kaget dengan kedatangan sang Raja. “Pasti ada sesuatu yang sangat
genting hingga kakak kembali ke tempat ini!” Sambut sang pendekar. “Benar!”
sahut sang Raja. “Batoe Giok mengkhianatiku!” lanjutnya. Keduanya saling
bertatapan tajam. Ada kekecewaan yang mendalam dari sorot mata sang raja. “Maharani
masih diistana. Mungkin disandera oleh si bangsat itu!” geramnya.
Tidak lama terdengar kembali
suara detak kaki kuda mendekat kediaman Pendekar Macan Tidur. “Siapa lagi yang
datang” gumamnya. “Jangan2 pasukan Batu Giok!” bisik sang Raja. Macam tidur
menempelkan telunjuk pada mulutnya. Sekonyong-konyong hadir sekelebat bayangan
putih dihadapan keduanya. “Ah kau rupanya...” hardik Macan Tidur kepada tamu
keduanya di hari itu. “Ah sekalinya kedatangan tamu dalam satu dasawarsa
langsung dua orang!”
“Tiga!” sosok tamu wanita muncul
dari derasnya air terjun. Keduanya adalah Pendekar Asmara Berujung Duka dan
Dewi Kencanawungu. Dewi langsung berlutut sambil menyatukan kedua lengannya
ketika melihat sang Raja. “Salam, Paduka!” ucapnya seraya memejamkan mata dan
menunduk. Sementara Pendekar Asmara Berujung Duka hanya berkata, “Kakak
pertama, Kakak kedua, ternyata telepati kita masih kuat! Ada apa gerangan? Apa yang
bisa kami bantu?”
Akhirnya Maharaja Cemanibuwana
menjelaskan semuanya. Pendekar Macan Tidur geram sekali dibuatnya. “Batu Giok
sialan itu benar-benar membangunkan macam tidur dengan tingkahnya...!” Dewi
Kencanawungu hanya terdiam dan terpaku ketika baru mengetahui bahwa ketiganya adalah
saudara seperguruan murid dari Pangeran Cahaya Matahari Timur, yang tidak lain adalah kakek
buyutnya.
Bagaimana kisah kelanjutan cerita
ini?
Simak cerita dari @margeraye
4 comments:
beraaat..cerita yg berat :(
hahaha gokil ah, sutan batugiok :))
jadi pemberontak.
duh kenapa di akhir cerita gue jadi merasa tua banget yak?
@melly: masih ada waktu 3x24jam, silahkan bertapa dulu di gunung hambalang
@MT: soetan batu giok hahaha.. bayangin aja wajahnya...xixixi
Keren banget! Kayak lagi nostalgia ke masa-masa film Mak Lampir dan Si Buta dari Gua Hantu masih berjaya...
Post a Comment